Naskah Pidato Kemajuan teknologi informasi telah mengantarkan pada pola kehidupan umat manusia lebih mudah dalam berinteraksi antarsesama. Lalu bagaimana hukumnya melakukan akad nikah melalui alat elektronik? Kasus ini telah terjadi di Arab Saudi, yakni menikah dengan menggunakan fasilitas telepon atau cybernet.
Draf atau naskah rancangan keputusan Komisi Bahsul Masail Diniyah Waqi’iyyah yang akan dibahas dalam Muktamar NU ke-32 di Makassar memberi hukum tidak sah bagi akad nikah melalui alat elektronik.
“Akad nikah melalui alat elektronik hukumnya tidak sah,” demikian jawaban dari rumusan pertanyaan yang disampaikan warga NU ‘Bagaimana hukumnya transaksi via elektronik, seperti media telepon, e-mail atau Cybernet dalam akad jual beli dan nikah?’. Draf itu diterima detikcom, Rabu (24/3).
Selain soal nikah, tim perumus juga membuat jawaban atas pertanyaan soal sah-tidaknya pelaksanaan akad jual-beli yang berada di majelis terpisah, tetapi menggunakan alat elektronik. Jawabannya adalah, akad jual beli melalui alat elektronik hukumnya ada 2.
“Jika mabi’ (barang yang dijual) sudah dilihat dengan jelas oleh kedua belah pihak sebelum melakukan transaksi, maka hukumnya sah. Kedua, jika mabi’ belum dilihat dengan jelas maka hukumnya tidak sah, kecuali apabila mabi’ dijelaskan sifat dan jenisnya,” terangnya.
Semua rancangan keputusan ini akan dibahas ulang oleh muktamirin di salah satu komisi. Jika ada pendapat yang memiliki referensi yang lebih kuat dari draf ini, bisa saja hukumnya berubah. Tetapi, sebagaimana sebelumnya, draf rancangan tim khusus akan diterima dengan baik oleh muktamirin.
Draf Muktamar NU: Menyadap Haram, Kecuali untuk Penegakan Hukum
Sadap menyadap telepon juga dibahas di Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-32 di Makassar. Sesuai draf yang akan dibahas muktamirin, menyadap diharamkan kecuali untuk penegakan hukum.
“Mengintip dan mengintai pembicaraan orang lain melalui sadap telepon hukumnya tidak boleh (haram), kecuali untuk penegakan hukum dan ada gholabatuzh zhan (dugaan kuat) melakukan maksiat,” demikian naskah rancangan keputusan Komisi Bahsul Masail Diniyah Waqi’iyyah Muktamar NU diterima detikcom, Rabu (24/3).
Dasar dari pembahasan penyadapan ini karena maraknya penggunaan komunikasi telepon di masyarakat. Bersamaan dengan itu melalui telepon kita dapat melakukan penyadapan.
Yang marak adalah sadap yang dilakukan oleh para penegak hukum, seperti Komisi Pemberantan Korupsi (KPK) untuk sarana penegakan hukum. Bahkan sampai memutar isi rekaman telepon di dalam persidangan.
Di dalam draf disebutkan, hal itu diperbolehkan dengan catatan untuk penegakan hukum. “Sah sebagai bukti pendukung,” tulis isi draf itu.
Semua rancangan keputusan ini akan dibahas ulang oleh muktamirin. Jika ada pendapat yang memiliki referensi yang lebih kuat dari draf ini, bisa saja hukumnya berubah. Tetapi, sebagaimana pengalaman muktamar sebelumnya, draf rancangan tim khusus akan diterima dengan baik oleh muktamirin.
Banyak Pihak Dinilai Intervensi Muktamar NU Makassar
Muktamar ke-32 Nahdlatul Ulama (NU) di Makassar dinilai banyak intervensi. Berbagai kepentingan mencoba membonceng muktamar para ulama itu.
Kesan intervensi ini diungkapkan mantan Wakil Sekjen PBNU Masduki Baidlowi. Menurut Masduki, saking banyaknya intervensi, Muktamar NU kali ini tak ubahnya seperti Muktamar NU di Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat tahun 1994.
“Muktamar kali ini tidak ubahnya seperti Muktamar Cipasung. Yaitu sangat kuat intervensi pihak luar untuk mengacak-acak organisasi NU,” kata Masduki di sela-sela Muktamar NU ke-32 di Asrama Haji Sudiang, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (24/3).
Masduki mengatakan, pihak luar itu menuduh seakan-akan pengurus PBNU sekarang bekerja dan bertindak tidak berdasar prinsip khittah. Tuduhan itu, imbuh Masduki, mempengaruhi cabang-cabang dan wilayah yang mempunyai hak suara dalam pemilihan pengurus yang baru nanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar